Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengubah masa jabatan pimpinan KPK dari 4 menjadi 5 tahun. Mantan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan langsung berduka usai mendengar putusan tersebut.
"Jawabannya innalilahi wa innailaihi raji'un. Karena kita prihatin kondisi KPK, ya dan kemudian ada perpanjangan," kata Novel di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (25/5/2023).
Meski merasa sedih, namun Novel meyakini kalau putusan MK itu baru akan berlaku ketika masa kepemimpinan Firli Bahuri cs berakhir. Itu ia pastikan karena ada surat keputusan atau SK saat pelantikan pimpinan KPK periode 2019-2023 oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
"Saya yakin itu putusan bukan untuk periode ini. Kenapa, karena presiden tentunya ketika mengangkat pimpinan KPK kan dengan SK," terangnya.
Baca Juga:Pemerintah Buka Suara soal Pertemuan Jokowi dan Prabowo di Istana Bogor
Lebih lanjut, Novel berharap pimpinan KPK selanjutnya bisa lebih baik terlebih bakal menjabat selama 5 tahun.
"Pansel (panitia seleksi) kan sudah disiapkan ya, dan saya yakin mereka akan segara bekerja lah. Semoga mendapat pimpinan yang baik, agar kita tidak bersedih lagi," tuturnya.
Sebelumnya, majelis hakim MK resmi mengubah masa jabatan pimpinan KPK dari empat menjadi lima tahun. Mereka menganggap kalau masa jabatan empat tahun itu tidak konstitusional.
Putusan dibacakan langsung oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dalam sidang pengucapan ketetapan dan putusan.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Anwar melalui video yang disiarkan YouTube Mahkamah Konstitusi (MK) RI, Kamis (25/5/2023).
Baca Juga:Begini Beda Kondisi Luka Putri Balqis vs Suami Akibat KDRT di Depok
Anwar menerangkan kalau Pasal l 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang semua berbunyi, "Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama empat tahun" bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Oleh sebab itu, MK menganggap kalau pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
"Sepanjang tidak dimaknai, 'Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama lima tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan'," ujarnya.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Guntur Hamzah mengungkapkan kalau ketentuan masa jabatan pimpinan KPK selama empat tahun itu diskriminatif. Selain itu, masa jabatan selama empat tahun juga dianggap tidak adil apabila dibandingkan dengan komisi dan lembaga independen lainnya.
Ia lantas membandingkan masa jabatan KPK dengan pimpinan Komnas HAM yakni lima tahun.
"Masa jabatan pimpinan KPK selama lima tahun jauh lebih bermanfaat dan efisien jika disesuaikan dengan komisi independen lainnya," tuturnya.
Keputusan ini diambil menindaklanjuti gugatan yang diajukan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. Saat itu ia menggugat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 khususnya Pasal 29 e dan Pasal 34 terhadap Pasal 28 D ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan Pasal 28 I ayat (2) UUD Negara RI Tahun 1945. Gugatan tersebut terdaftar dengan nomor 112/PUU-XX/2022.