Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menyindir Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan mengubah masa jabatan pimpinan KPK dari empat menjadi lima tahun. Kalau misalkan MK bisa mengubah masa jabatan pimpinan KPK, maka menurutnya ada peluang bagi anggota DPR untuk turut memperpanjang jabatannya.
"Karena MK sangat inspiratif, maka kita mencoba juga perpanjangan DPR 5 tahun lagi ke depan, rasanya boleh dipertimbangkan," kata Sahroni kepada wartawan, Kamis (25/5/2023).
Hal tersebut disampaikan Sahroni karena terheran-heran dengan sikap MK yang memutuskan untuk mengubah masa jabatan pimpinan KPK.
Sebab menurutnya Sahroni pembuat Undang-Undang tentang KPK adalah DPR. Tetapi kekinian produk hasil parlemen itu diubah oleh MK.
Baca Juga:Ngeri! KPK Diobok-obok Lagi, MK Putuskan Jabatan Komisioner Jadi Lima Tahun
"Saya bingung, yang buat UU kan DPR. Kenapa jadi MK yang mutusin perpanjangan suatu jabatan lembaga. Saya bener-bener bingung," terangnya.
Setelah adanya putusan ini, Sahroni memandang perlu adanya pemanggilan MK oleh Komisi III.
"Kita mau panggil MK terkait ini agar publik tidak bertanya-tanya hal keputusan dari MK. Saya akan minta kepada pimpinan yang lain untuk memanggil MK. Karena kami kalau memanggil mitra kerja Komisi III harus kolektif kolegial," terangnya.
Sebelumnya, majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) resmi mengubah masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari empat menjadi lima tahun. Mereka menganggap kalau masa jabatan empat tahun itu tidak konstitusional.
Putusan dibacakan langsung oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dalam sidang pengucapan ketetapan dan putusan.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Anwar melalui video yang disiarkan YouTube Mahkamah Konstitusi (MK) RI, Kamis (25/5/2023).
Anwar menerangkan kalau Pasal l 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang semua berbunyi, "Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama empat tahun" bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Oleh sebab itu, MK menganggap kalau pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
"Sepanjang tidak dimaknai, 'Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama lima tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan'," ujarnya.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Guntur Hamzah mengungkapkan kalau ketentuan masa jabatan pimpinan KPK selama empat tahun itu diskriminatif. Selain itu, masa jabatan selama empat tahun juga dianggap tidak adil apabila dibandingkan dengan komisi dan lembaga independen lainnya.
Ia lantas membandingkan masa jabatan KPK dengan pimpinan Komnas HAM yakni lima tahun.
"Masa jabatan pimpinan KPK selama lima tahun jauh lebih bermanfaat dan efisien jika disesuaikan dengan komisi independen lainnya," tuturnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menggugat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 khususnya Pasal 29 e dan Pasal 34 terhadap Pasal 28 D ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan Pasal 28 I ayat (2) UUD Negara RI Tahun 1945. Gugatan tersebut terdaftar dengan nomor 112/PUU-XX/2022.