Deli.suara.com - Pasca pemberitaan perihal bursa kripto FTX diakuisisi oleh Binance, mencuat pertanyaan: bagaimana dampak runtuhnya dinasti Sam Bankman-Fried terhadap pasar kripto?
Melansir Blockchainmedia.id, menurut Carol Alexander, Profesor di Universitas Sussex berpendapat, industri kripto akan mengalami musim dingin lebih lama karena hal ini.
Setelah FTX ambruk, harga Bitcoin ikut merosot yang sebelumnya di kisaran US$20.000 menjadi US$16.500 dan sempat di US$15 ribuan. Angka ini merupakan yang terendah sejak 2020.
Berdasarkan data Coinmarketcap, perusahaan besar yang memakai FTX harus membuktikan kemampuan likuiditasnya.
Baca Juga:Meninggal Saat Hari Pahlawan, Ganjar Kenang Nyai Sahal Mahfudz, Sebut Sosok Perempuan Hebat
Contohnya saja Solana yang bergantung pada nilai FTX. Jika aset ini terus ambruk dan menjadi nol seperti LUNA, maka tidak ada kepastian bahwa Bitcoin pada protokol ini dapat ditarik kembali dan jutaan dollar yang ada di dalamnya bisa hilang begitu saja.
Layaknya kripto lain yang terpuruk, Tether juga mengalami hal yang sama. Stablecoin dengan nilai US$70 milyar ini terlepas dari ‘pasaknya’ dan diperdagangkan pada US$0,98.
“Perusahaan telah memproses penarikan sekitar US$700 juta dalam 24 jam dan tidak ada kendala, kami tetap lanjutkan,” ujar Paolo Ardoino, CTO Tether, dikutip dari The Guardian.
Nah, Bagaimana dengan Pasar Kripto Secara Umum?
Sistem keuangan ternyata lebih tangguh terhadap pasar kripto selama 12 bulan terakhir. Nilai kripto sendiri dipengaruhi banyak hal seperti masalah makroekonomi dan lainnya.
Sebenarnya, pasar keuangan global juga mengalami krisis. Tapi hal ini lebih disebabkan oleh perang Rusia dengan Ukraina dan meningkatnya suku bunga.
“Industri kripto akan mengalami musim dingin lebih lama karena hal ini,” merujuk pada masalah kredibilitas akan peristiwa FTX, ujar Carol Alexander, Profesor di Universitas Sussex.
Namun, masalah FTX di pasar kripto tidak mempengaruhi pasar tradisional. Karena sifat investor yang ingin mencari keuntungan lebih dari investasi konvensional saat suku bunga sedang tinggi, seperti yang sedang terjadi saat ini.
FTX merupakan salah satu crypto exchange terbesar yang berkantor induk di Bahamas, FTX sendiri dikelola dari AS dengan kantor terbesarnya berada di Chicago dan Miami. Di AS ada juga FTX US yang beroperasi di beberapa negara bagian.
Sebagai crypto exchange, fungsi utama FTX adalah membantu para pengguna untuk membeli dan jual aset kripto. FTX beserta pesaingnya (Binance) memiliki peran cukup penting, karena memroses mayoritas transaksi kripto di dunia.
Baik itu Binance dan FTX, merupakan platform yang bekerja secara internasional. Kripto ini setara dengan “casino lepas pantai”.
Walaupun keduanya mengikuti regulasi dari AS tetapi sebagian besar uang yang masuk ke pembukuannya tidak dibatasi oleh persyaratan tersebut.
Krisis ini memuncak saat Changpeng Zhao memutuskan untuk menjual FTT senilai US$500 juta karena “kasus krisis likuiditas keuangan FTX baru-baru ini.”
Efek negatif pun menembus ke segala arah. Harga FTT ambruk seketika dan pengguna FTX mulai menarik dananya dalam jumlah besar-besaran di atas batas kesanggupan sistem.
“Lonjakan penarikan besar-besaran terjadi sebesar US$6 milyar untuk FTT dalam tiga hari,” ujar Bankman-Fried, dikutip dari Reuters.
Sebelumnya Zhao ingin akuisisi FTX pada Selasa (8/11/2022), namun 24 jam setelahnya keputusan ini ditarik kembali.
“Masalah yang terjadi di luar kendali dan kemampuan kamu untuk menolong,” ujar Binance, mengutip dari penemuan atas uji tuntas yang dilakukan oleh investigasi pemerintah AS, dilansir dari The Guardian. [BAB]