Deli.Suara.com – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengaku dilema dengan program transisi energi yang dilakukan sejumlah negara, termasuk Indonesia.
Di satu sisi, program transisi energi penting untuk menghindari perubahan iklim, di sisi lain ada konsekuensi yang harus diterima, salah satunya biaya hidup yang akan semakin mahal.
“Karena transisi energi berisiko menimbulkan dampak negatif jangka pendek berupa kenaikan harga,” ucap Sri Mulyani dalam acara HSBC Summit 2022, Rabu (19/10/2022).
Kondisi ini diperparah dengan situasi ekonomi global yang saat ini menghadapi tingginya laju inflasi. Inflasi membuat sejumlah harga kebutuhan sehari-hari masyarakat meningkat drastis.
Baca Juga:Tak Hanya Bucin, Denise Chariesta Membiarkan 'R' Rekam Video Saat Mereka Sedang Bercinta
“Risiko kenaikan biaya hidup ini kian menantang karena perekonomian dunia saat ini juga menghadapi tantangan inflasi tinggi,” tutur Sri Mulyani.
Di Indonesia, laju inflasi sendiri sudah melebihi dari target Bank Indonesia yang berada pada level 4 persen yang tentu mengkhawatirkan.
“Harga konsumen melonjak di banyak negara, bahkan di Indonesia sendiri, inflasi telah melampaui batas target bank sentral 4 persen,” katanya.
Potensi kenaikan biaya hidup akibat adanya transisi energi semakin besar di masa pemulihan ekonomi yang rapuh dan masih belum pulih dari pandemi Covid-19.
Apalagi, Indonesia berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen melalui kemampuan sendiri dan 41 persen melalui dukungan internasional pada 2030.
Baca Juga:Mega Eltra Gelar Program TJSL dengan Melakukan Santunan ke Yatim Piatu dan Dhuafa
Hal ini tentu membuat pemerintah dihadapkan pada dilema tersendiri.
“Pemerintah sendiri butuh banyak diskusi untuk menentukan kebijakan seperti apa yang akan dipilih kelak, tapi Indonesia sendiri sudah berkomitmen mendorong target nett zero melalui proses transisi energi,” tandasnya.
Sumber: Suara.com